REVIEW
PENGANTAR STUDI HAK ASASI MANUSIA
DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA
SRIWIYATA ISMAIL ZAINUDDIN
11/312532/SP/24568
|
Dikumpulkan
pada tanggal:
09 Maret
2012
|
Di dunia yang semakin mengglobal ini sangat marak masyarakat yang berbicara tentang
hak asasi manusia dan bahkan banyak juga yang mengatasnamakan haknya ketika tersentuh atau
terganggu kedaulatannya. Hak Asasi Manusia itu pada dasarnya dapat diartikan
sesuai pasal 1 UU No.39 tahun 1999 ” Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”[1]
Setelah Perang Dunia II, masyarakat
dunia merasa terketuk hatinya untuk membicarakan hak akibat adanya perilaku
kejahatan kemanusiaan yang di lakukan Nazi. Sehingga pada saat 1940-an proses
pembentukan Universal Declaration of
Human Rights atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) di San
Fransisco dimulai. Melalui proses yang rumit disertai desakan masyarakat untuk
segera mengeluarkan deklarasi tentang HAM, sempat gagal ketika rancangan HAM
ini ingin dimasukkan kedalam piagam PBB. Tetapi pada akhirnya DUHAM
diratifikasi oleh 48 negara pada tanggal 10 Desember 1948 dan diumumkan PBB
melalui resolusi 271 A (III).[2]
DUHAM diumumkan dengan mempertimbangkan
beberapa hal seperti, pengakuan terhadap martabat alami manusi, menghargai
orang lain, menciptakan toleransi, perlindungan hukum, persamaan hak,
pembangunan hubungan dan kesadaran pada peraturan yang ada. Pertimbangan-pertimbangan
yang disampaikan terebut akhirnya menciptakan 30 butir pasal dengan
esensi-esensi tersendiri. Pasal 1-5 menyampaikan hak-hak individu setiap
masyarakat, misalnya ; hak untuk merdeka, hak untuk beragama, hak hidup, hak
keselamatan, hak untuk diperlakukan secara manusiawi dan hak untuk
mempertahankan harga diri. Pasal 6-pasal 12 membahas tentang persamaan setiap
warga negara ketika berhadapan dengan hukum tanpa melihat dari tingkat
golongannya. Pada pasal 13-16 membahas posisi hak masyarakat untuk berkewarganegaraan,
untuk mendapatkan izin tinggal disuatu negara dan mengikuti aktifitas dinegara
tersebut untuk biasa bertahan hidup.
Pasal 17-18 mengutarakan bahwa setiap orang berhak atas hak
kepemilikannya dan berhak atas pemikiran yang ia miliki. Pasal 19-21 menyatakan
bahwa setiap orang punya hak untuk berpartisipasi dalam kelompok yang ada dan
sistem perpolitikan di tempatnya. Pasal 22 menjelaskan bahwa setiap orang punya
hak untuk mendapatkan jaminan sosial dan berhak melaksanakan hak-hak ekonomi. Pada
pasal 23-27 terkandung makna bahwa setiap orang berhak untuk mencari pekerjaan
untuk menghidupi diri, berhak atas libur, berhak atas lingkugan hidupnya,
berhak mendapatkan pendidikan, berhak
untuk terjun kedalam suatu budaya yang sesuaip, asal-pasal ini menekankan bahwa
setiap orang berhak mempunyai hidup yang layak. Di akhir deklarasi ini yaitu
pasal 28-30 adalah ajakan untuk lebih berserius dengan kewajiban yang ada,
tunduk pada aturan dan mengimplementasikan DUHAM tersebut.
Sudah 50 tahun lebih setelah Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia diumumkan. Tetapi pelanggaran HAM masih tetap marak
jadi pertimbangan. Beralih pandangan sejenak memperhatikan kondisi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yang pergi ke negara seberang untuk membahagiakan keluarga dan
untuk menghidupi hidupnya sendiri, namun sesekali kabar yang datang bukanlah
kabar kemampuan para TKI kita yang semakin hebat tetapi berita seperti
penyiksaan Sumiati asal Dompu NTB dan bahkan kematian Kikim Komariah.[3]
Tindakan-tindakan yang dilakukan para majikannya ini telah merampas hak mereka
untuk hidup dengan layak, hidup dengan kebebasan dan bahkan hak untuk membela
diri. Tindakan yang tidak memanusiakan manusia ini merupakan bukti pelanggaran
HAM yang ada di dunia internasional saat ini. Sifat universal deklarasi ini
ternyata tidak menunjukkan sifat saling menghargai dan toleransi terhadap warga
negara lain. Maka dari itu, pentingnya sebuah penekanan untuk tunduk kepada
sebuah aturan yang benar-benar akan memberikan sanksi kepada para pelanggar
agar rasa toleransi, memberlakukan persamaan dan memanusiakan manusia muncul
dan juga tumbuh pada diri warga, agar hal ini dapat menjadi suatu tali pengikat
hubungan internasional suatu negara dengan negara lainnya dalam menjalankan
hubungan kerja sama.
[1] http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/170/uu39_1999.pdf,
diakses pada tanggal 8 Maret 2012
[3] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ce9eb7a3d37a/saatnya-membawa-kasus-tki-ke-tingkat-dunia
, diakses pada 7 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar