Anggita
Paramesti 09/282445/SP/23465
Magna Carta yang
berarti The Great Charter adalah
sebuah perjanjian yang dirumuskan oleh Archbishop Stephen Langston dan beberapa
tuan tanah yang sangat kaya di Inggris. Perjanjian ini diberikan kepada King
John, raja Inggris pada waktu itu, untuk ditandatangani. King John yang berada
di bawah ancaman penyerangan oleh Perancis terpaksa menandatangi Magna Charta
(yang aslinya berjudul Articles of The
Barons), meski pada akhirnya ia mengkhianti perjanjian tersebut.
Latar belakang dibuatnya Magna
Charta sebenarnya hanya sempit mencakup situasi yang sedang terjadi di Inggris
selama pemerintahan King John. Ia adalah seorang yang terkenal kejam dan
semena-mena. Untuk mendapatkan jabatannya sebagai raja ia tega membunuh
keponakannya sendiri yang bernama Arthur. Bagaimanapun, puncak dari
kesemena-menaan King John yang berujung kepada dibuatnya Magna Carta adalah
ketika ia berdebat dengan Paus mengenai siapa yang berhak menjadi archbishop di
Canterbury, Inggris. King John menolak Stephen Langton yang ditunjuk Paus
sebagai archbishop dan tidak memperbolehkannya masuk ke dalam lingkungan
kerajaan Inggris. Penolakan ini dibalas oleh Paus dengan cara menghentikan
semua kegiatan rohani di wilayah kerajaan. Hal ini menimbulkan keresahan pada
warga kerajaan.
Sikap semena-mena King John
tidak hanya ditunjukannya kepada gereja, akan tetapi juga kepada rakyat secara
keseluruhan. Karena tidak tahan lagi, akhirnya para tuan tanah dan Archbishop
Stephen Langton—sebagai orang-orang yang memiliki pengaruh di Inggris—bertemu
dan bersama-sama menulis sebuah perjanjian yang harus disepakati dan diikuti
oleh King John. Setelah selesia ditulis, mereka menjebak King John yang
akhirnya terpaksa menandatanganinya.
Isi dari Magna Carta ini sendiri
sebenarnya sangat khsusus dibuat untuk situasi di Inggris pada waktu itu di
mana raja dituntut untuk tidak mencampuri urusan gereja. Bahwa gereja memiliki
hak dan harus ebbas dari intervensi kerajaan. Hak raja juga dibatasi oleh instrument
berupa hukum lama Inggris (yang dikumpulkan dan ditambahi oleh para tuan tanah
dan Archbishop Langton), dan oleh parlemen. Keterbatasan ini membuar raja tidak
lagi bisa menghukum orang tanpa sebab. Magna Charta memberikan semua orang hak
yang sama di mata hukum sebelum ia dijatuhi hukuman yang semestinya.
Meski pada waktu itu spesifik
dibuat untuk wilayah kerajaan Inggris, akan tetapi ada beberapa poin yang
menginspirasi dunia internasional tentang bagaimana seharusnya hukum bekerja:
bahwa kekuasaan raja tidak tak terbatas, bahwa hukum dan parlemen juga memiliki
suara yang sangat menentukan, serta bahwa setiap orang berhak atas perlakuan
hukum yang adil. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang terinspirasi
oleh Magna Carta, hal ini tercermin dalam salah satu artikel yang ada dalam United States Constitution and The Bill of
Rights, di mana di dalamnya dicantumkan bahwa “no freeman ought to be taken, or imprisoned, or disseized of his
freehold, liberties, or privileges, or outlawed, or exiled, or in any manner
destroyed, or deprived of his life, liberty, or property, but by the judgment
of his peers, or by the law of the land,” yang menunjukkan bahwa hukum negara berada di
atas segalanya, ebrlaku untuk semua orang dan tidak bisa diubah begitu saja oleh
pemimpin negara. Secara universal Magna Carta diakui sebagai sebuah
undang-undang yang mengedepankan keadilan dan hak asasi manusia.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar