NIM: 11/311494/SP/24394
Hak
asasi manusia merupakan hak yang dilimpahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia
sejak dalam kandungan. Studi mengenai HAM terus berkembang sehingga ruang
lingkup HAM tidak hanya sebatas Hak Hidup dan Hak Sosial, namun juga mencakup
banyak aspek seperti Hak sipil, Hak ekonomi, Hak kesetaraan dan lain lain.
Berkembangnya studi mengenai HAM ini mnggunakan pendekatan historis untuk dapat
mempelajari sejarah HAM agar dapat menegaskan keberadaan HAM secara umum.
Kebanyakan
praktisi HAM dari Eropa menyatakan bahwa lahirnya HAM diawali oleh salahsatu
perjanjian Inggris yang disepakati pada tanggal 15 Juni 1215oleh beberapa
bangsawan Inggris yang tidak senang terhadap pemerintahan Raja John Lackland
yang bertindak sewenang-wenang[1].
Pada umumnya Perjanjian Magna Carta ini merupakan suatu bentuk protes
masyarakat Inggris mengenai terbatasnya hak masyarakat karena kekuasaan raja
yang tidak terbatas. Perjanjian yang juga disebut Piagam Agung[2]
ini dianggap juga sebagai perjanjian awal pembentukan konstitusi. Magna Carta
berisikan 63 pasal yang berisi tentang tuntutan pembebasan gereja, hak untuk
menikah, pembatasan harga pajak, larangan perampasan harta rakyat dan lainnya.
Setelah ditandatanganinya perjanian ini, bangsawan menduplikatkan perjajian
tersebut dan menyebarkannya kepada rakyat, penegak hukum, hingga kalangan
gereja agar mereka tidak lagi dapat diperas oleh pajak kerajaan[3]
Piagam
ini dianggap penting karena Magna Carta merupakan perjanjian pertama yang
dicetuskan oleh masyarakat dan disetujui oleh raja mengenai pembatasan
keputusan raja yang didasari oleh hukum. Lahirnya Magna Carta menjadi toggak
awal pergerakan pembelaan HAM yang diikuti oleh Amerika dan negara-negara
lainnya. Dengan disetujuinya perjanjian ini, rakyat dapat memiliki kebebasan
untuk mengatur hidupnya sendiri dan tidak dikendalikan oleh kerajaan. Kebebasan
inilah yang dianggap sebagai awal Lahirnya konsep studi HAM pada masa kini.
Seiring
dengan perkembangan ruang lingkup HAM yang awalnya dicetuskan dalam Magna
Carta. Banyak praktisi yang berpendapat bahwa Hak Asasi Manusia perlu memiliki
dasar hukum yang tepat sehinggadapat menindak lanjuti pelanggaran HAM yang
terjadi. Pada pasca Perang Dunia II, banyak pelanggaran HAM yang terjadi kepada
kaum wanita dan anak-anak di daerah sekitar perang sehingga studi mengenai HAM
kembali dikaji ulang. Berkembangnya isu
HAM sehingga menjadi salah satu isu global yang dianggap penting membuat
banyaknya pemerhati HAM yang secara serius mengkaji batasan-batasan HAM sehingga
menjadi suatu konstitusi yang mendasari kebebasan individu.
HAM
di Indonesia sendiri sudah dikenal sejak masuknya agama di Indonesia. Ham
sebagai salah satu nilai yang terkandung dalam ajaran agama sudah menjadi suatu
batasan kebebasan individu. Namun dalam perkembangannya, HAM di Indonesia masih
belum memiliki dasar hukum yang sesuai. Masih banyak aspek HAM yang belum
mendapat perhatian khusus. Seperti pelanggarang HAM pada masa Orde baru seperti
peritiwa Semanggi dan Trisakti, kekerasan terhadap wanita, Eksploitasi pekerja
anak di daerah Balitong hingga Human Traficking yang menjadi salah satu permasalahan HAM di
Indonesaia.
Kembali
pada definisi HAM, Setiam manusia yang lahir di dunia ini mendapat limpahan hak
dari Tuhan Yang Maha Esa dan patut untuk dihormati serta dijunjung tinggi demi
tercapainya perdamaian. Kesadaran dan toleransi antar individu mengenai hak dan
kewajiban masing masing harus dibiasakan. Sudah menjadi kewajiban kita untuk
menjaga perdamaian lingkungan sekitar kita, dengan menghormati hak dan
kewajiban antar individu.
[1] Dikutip dari http://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/
oleh Ni Wayan Dyta pada tanggal 4 Maret 2012 pukul 21.30
[2]Dianggap sebaga Piagam Agung karena kaum bangsawan dapat menekan raja
untuk dapat menandatangani perjanjian tersebut meskipun dalam waktu yang
relatif lama.
[3] Dikutip dari http://www.middle-ages.org.uk/magna-carta.htm
pada tangga 6 Maret 2012 pukul 18.06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar