11/317949/SP/24831
Review
The International Convenant on Economic, Social, and Cultural Right (ICESCR)
ICESCR merupakan salah satu traktat
yang bersifat multilateral dan disahkan pada 13 Desember 1966. Pada bulan Juli
2011, ada 160 instansi yang menyetujui perjanjian ini dan tergabung resmi ke
dalam ICESCR. Perjanjian ini bertujuan untuk menjamin hak-hak dalam bidang
ekonomi, sosial, dan budaya. ICESCR sendiri terdiri dari 31 pasal yang terbagi
dalam 5 bagian. Bagian 1 terdiri dari pasal satu yang membahas mengenai hak-hak
dalam bidang ekonomi dan politik. Bagian 2 berisi pasal 2 hingga 5 yang
membahas mengenai hak-hak vital individu dan pencegahan terhadap adanya
diskriminasi dalam bentuk apapun. Bagian 3 berisi pasal 6 hingga 15 yang
membahas mengenai hak-hak individu seperti pendidikan dan pekerjaan. Bagian 4 berisi pasal 16 hingga 25 yang membahas
mengenai kinerja pihak yang tergabung dalam ICESCR. Dan yang terakhir yaitu
bagian 5 yang berisi pasal 26 hingga 31 membahas mengenai ratifikasi dan
otoritas anggota ICESCR dalam mengawasi pelaksanaan rencana dari ICESCR. Dalam
prakteknya pada bidang politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia, kita masih
dapat melihat penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa pemilik modal pada
suatu lapangan pekerjaan di mana mereka memberikan upah atau gaji yang tidak
sesuai dengan apa yang telah dikerjakan oleh para buruh sehingga kesejahteraan
para buruh pun terkesampingkan. Salah satu contoh kasusnya dapat kita lihat di
Sumbawa di mana para buruh dibayar di bawah standar upah minimum dan tidak
adanya pengawasan dari pihak pemerintah maupun DPRD setempat dapat disebut
sebagai “Politik Upah Murah”. Perlakuan para pemilik
modal terhadap buruh di daerah ini dan praktek upah murah serta masih banyak
hak-hak pekerja/buruh yang belum terpenuhi,serta kehidupan yang masih jauh dari
kebutuhan hidup layak, merupakan kenyataan yang rill. Hal tersebut
menunjukan bahwa telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap
buruh dan lagi-lagi para pemilik modal yang melakukan diskriminasi dengan kebijakan
Mutasi dan tidak pula menghargai budaya yang ada di Daerah ini.[1] Untuk itu, pengawasan yang ketat dari
pemerintah dan aparat penegak hukum seharusnya diperketat sehingga para buruh
mendapatkan hak yang sesuai dengan kewajiban yang telah mereka kerjakan
sehingga kesejahteraan mereka dapat terjamin. Penegakan Hak Asasi Manusia
terhadap buruh pun harus ditingkatkan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan
yang dilakukan para pemilik modal terhadap buruh yang telah bekerja.
[1] http://www.rakyatpekerja.org/2011/12/tolak-diskriminasi-terhadap-buruh-dan.html
diakses pada 9 April 2012 pukul 00.05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar