Annisa
Vanda Viyanti
11/312326/SP/24530
Review
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
Indonesia
dan Pendidikan
Hak ekonomi, sosial dan budaya
merupakan satu bagian dari Hak Asasi Manusia yang telah diakui oleh
Perserikatan Bangsa – Bangsa lewat ICESCR (International Covenant on Economic,
Social, and Cultural Rights) yang disahkan pada tanggal 16 Desember 1966.
Indonesia telah mengakui hak tersebut melalui Undang Undang nomor 11 tahun 2005
tentang ratifikasi ICESCR yang ditandatangani pada tanggal 28 Oktober 2005.[1]Indonesia
menjadi negara ke 153 dari 191 negara yang meratifikasi kovenan ini.
Kovenan ini terdiri dari 5 bagian
dan 31 pasal.[2]
Bagian pertama menjelaskan tentang pernyataan bahwa semua bangsa memiliki hak
untuk menentukan kemajuan ekonomi, social dan budaya mereka masing – masing serta
melarang pihak lain untuk ikut campur. Bagian kedua berisi hal teknis bagi negara
yang meratifikasi dalam hal pelasanaannya. Bagian ketiga berisi pengakuan hak –
hak ekososbud yang harus dipenuhi negara diantaranya mencakup hal tentang
pekerjaan, kesejahteraan social dan pendidikan. Bagian keempat berisi teknis
evaluasi pelaksanaan kovenan ini dimana negara wajib melaporkan kinerjanya pada
PBB. Bagian terakhir merupakan teknis pertifikasian kovenan ini di tiap negara maupun
pihak lain dan teknis usulan yang dapat diajuakan untuk menambah atau merubah
isi kovenan tersebut.
Melihat pelaksanaannya di Indonesia
mungkin pemerintah belum dapat dikatakan excellent
dalam membuat program dan kebijakan yang dapat menjamin hak – hak tersebut bagi
setiap warga negaranya. Dilihat dari banyaknya jumlah pengangguran dan orang
miskin yang ada di Indonesia. Pada bagian 3 pasal 13 yang berisi tentang
pendidikan, negara memiliki berbagai kewajiban untuk memaksimalkan pendidikan
bagi setiap warga negaranya dengan memberi pendidikan dasar secara cuma – cuma serta
di tingkat yang lebih tinggi secara bertahap.[3] Indonesia
memiliki program pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun dan pemerintah telah
melaksanakan tugasnya dengan menggratiskan biaya pendidikan dari Sekolah Dasar
hingga Sekolah Menengah Pertama ditambah dengan berbagai subsidi biaya
operasional bagi sekolah.
Namun masih saja di beberapa daerah
di Indonesia, baik kota besar maupun daerah terpencil, masih ada anak – anak yang
tidak sekolah. Menurut penulis, hal ini disebabkan salah satunya formalitas sekolah
dan kebutuhan lain yang membutuhkan biaya selain biaya yang telah disubsidi pemerintah. Contohnya seperti seragam sekolah,
alat tulis, uang jajan maupun transportasi si anak ketika bersekolah. Mungkin hal
ini yang menyebabkan masih ada orang tua (khususnya yang hidup di bawah garis kemiskinan) yang memilih untuk
tidak menyekolahkan anaknya lalu menyuruh mereka bekerja untuk memenuhi
kebutuhan sehari – hari. Sebagai bukti
bahwa pemerintah masih belum berhasil memecahkan masalah kemiskinan warganya.
Fenomena ini menjalaskan satu
pemikiran bahwa jika pemerintah ingin mewujdkan terjaminnya hak ekonomi, sosial
dan budaya (khususnya sosial) bagi warganya, pemerintah harus memerhatikan setiap
substansi yang merangkai hak tersebut seperti pendidikan, pekerjaan, dan
kesejahteraan sosial. Karena terdapat korelasi yang mengikat antara setiap
substansi, dalam kasus ini pendidikan dan kesejahteraan sosial. Seperti sebuah
lingkaran, jika pemerintah ingin mengentaskan pendidikan bagi anak – anak Indonesia,
jaminan pekerjaan bagi orang tuanya harus tersedia. Jika pemerintah ingin meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia, maka pendidikan di Indonesia harus terjamin. Kecuali
pemerintah mengalokasikan dana yang benar – benar besar bagi pelaksanaan
pendidikan seperti di Finlandia dimana pemerintahnya menggratiskan biaya
pendidikan bagi warganya bahkan memberi uang jajan bagi anak – anak sekolah.
[1]Hukum Kita, Ratifikasi ICESCR, diakses dari http://missghantari.blogspot.com/2008/12/ratifikasi-icescr.html
pada 8/4/2012
[2] Mata Kuliah Pengantar Studi HAM, Kumpulan Perangkat Hukum tentang Hak Asasi
Manusia, jurusan Ilmu hubungan Internasional UGM 2011, hal. 1 – 11 bagian Kovenan internasional Hak –
Hak Ekonomi, Sosial dan budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar