Fitri Aryati
11/317773/SP/24666
Review ICESCR
Implementasi Pasal 3 ICESCR tentang Persamaan Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya antara Perempuan dan Laki-laki
“The States Parties to the present Covenant undertake to ensure the equal right
of men and women to the enjoyment of all economic, social and cultural rights
set forth in the present Covenant.”[1]. petikan tersebut merupakan bagian dari International Convention of Economic Social
and Cultural Rights pasal 3. Pasal ini menuntut adanya persamaan (egality) antara kaum perempuan dan
laki-laki. Persamaan ini mencangkup masalah ekonomi, sosial, dan budaya sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia itu sendiri. Masalah ini
sendiri sebenarnya masih sensitif untuk disahkan, karena pada dasarnya
kemampuan perempuan dan laki-laki berbeda, sehingga akan menjadi tidak adil
jika hak yang didapat oleh perempuan dan laki-laki disamakan sementara kewajiban
mereka berbeda.
Namun, tidak mungkin juga bila tugas
laki-laki dengan perempuan disamakan, karena mereka mempunyai kemampuan fisik
yang berbeda. Yang perlu digaris bawahi disini adalah makna sebenarnya dari
kata equal itu sendiri. Memang
terdapat perbedaan antara perlakuan yang adil dengan perlakuan yang sama.
Memang diperlukan definisi yang lebih mendalam mengenai makna equal dalam pasal ini sendiri. Di dunia,
sudah terdapat banyak negara yang meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia
yang meratifikasinya pada tahun 2005[2].
Indonesia meratifikasi konvensi tersebut
antara lain karena ada kemungkinan bahwa konvensi tersebut dapat membuka jalan
bagi pelaksanaan referendum di Aceh pada saat itu dengan menggunakan pasal 1 di
konvensi tersebut[3].
Namun, konvensi tersebut tidak hanya terdiri dari satu pasal saja,ada
pasal-pasal lain yang pada akhirnya akan menuntut Indonesia untuk melakukan
suatu langkah pasti sebagai bentuk implementasi peratifikasian konvensi
tersebut di Indonesia. Salah satu bentuknya ialah dengan terbentuknya Woman’s
Rights Impact Assessment (WRIA) pada tahun 2010. WRIA sendiri adalah metode
untuk memantau atau memonitoring, bukan hanya monitoring data tetapi juga
analisis tentang kemajuan hak asasi perempuan, sekaligus bagaimana hak asasi
perempuan tersebut benar-benar dinikmati dan dirasakan sebagai hak asasi
manusia. Dengan demikian WRIA adalah alat untuk memantau sekaligus menilai
dampak kebijakan terhadap kemajuan hak asasi perempuan serta penikmatan dan
pelaksanaan hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia[4].
Cara kerjanya adalah dengan memantau
kinerja pemerintah dalam masalah penegakan hak persamaan antara perempuan dan
laki-laki, juga dengan memperhatikan isu-isu masalah pelanggaran HAM pada
perempuan yang memang rentan mengalami diskriminasi. Masalah atau isu-isu
disini mencangkup masalah perlakuan yang layak, korban perdagangan manusia,
maupun masalah kesehatan yang layak bagi perempuan.
Menurut saya, dengan diratifikasinya
konvensi ini pada tahun 2005 sudah menunjukkan komitmen pemerintah pada masalah
diskriminasi terhadap perempuan ini. Apalagi dengan adanya WRIA yang juga concern dengan masalah perlindungan dan
pemantauan hak asasi manusia terutama hak perempuan di Indonesia yang selama
ini sering dibiarkan. Seperti pada masa dahulu dimana suami dapat melakukan
kekerasan pada istrinya tanpa tersentuh hukum. Kini, hal tersebut sudah menjadi
hal yang dilarang untuk dilakukan karena perempuan memiliki hak untuk
melaporkan perlakuan suaminya kepada pihak yang berwajib untuk diadili.
[1] Office of
The United Nations High Commissioner for Human Rights, International Covenant on Economic, Social, and Cultral Rights,
<http://www2.ohchr.org/english/law/cescr.htm>,
diakses 6 April 2012.
[2]
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Pokok-pokok Press Briefing Juru Bicara
Deplu, Yuri O. Thamrin Tanggal 30 September 2005, <http://www.kemlu.go.id/Pages/PressBriefing.aspx?IDP=30&l=id>, diakses 6 April 2012.
[4] Legal
Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia, Woman’s Rights Impact Assesment (WRIA),
2012, <http://lrc-kjham.org/woman%E2%80%99s-rights-impact-assessment-wria.html>,
diakses 6 April 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar