Nama : Anggita
Mega Mentari
NIM :
11/314308/SP/24608
REVIEW
ICTR
International Criminal Tribunal for Rwanda
Berdasarkan resolusi PBB nomor 955 tanggal 8
november tahun 1994 , mahkamah pidana internasional untuk Rwanda dibentuk dan ditempatkan
di Arusha, Tanzania. ICTR yang merupakan singkatan dari International Criminal Tribunal for Rwanda merupakan pengadilan
internasional yang didirikan khusus untuk menangani masalah-masalah di Rwanda.
Pengadilan ini bertugas mengadili orang-orang yang bertanggung jawab untuk
Rwanda (penduduk dan negara Rwanda) dan pelanggaran serius lainnya terhadap hukum
internasional yang dilakukan di wilayah Rwanda. Tujuan dari langkah ini adalah untuk berkontribusi dalam proses
rekonsiliasi nasional di Rwanda serta pemeliharaan perdamaian di wilayah
tersebut.
Pengadilan Kejahatan Internasional untuk Rwanda didirikan sebagai
bentuk penuntutan kepada orang-orang yang bertanggung jawab atas genosida dan
pelanggaran serius lainnya terhadap hukum kemanusiaan internasional yang
dilakukan di wilayah Rwanda antara 1 Januari 1994 dan 31 Desember 1994. Hal ini juga dapat menangani
penuntutan warga negara Rwanda yang bertanggung jawab atas genosida dan
pelanggaran semacam hukum internasional lainnya yang dilakukan di wilayah
Negara tetangga pada periode yang sama.[1]
Menurut
salah satu berita VIVA News, Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda (ICTR), Kamis 18
Desember 2008, menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Kolonel
(purnawirawan) Theoneste Bagosora, dan dua asistennya atas tuduhan pembunuhan
ras, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perang. Hukuman tersebut merupakan
hal yang baru dan pertama bagi para pejabat teras seperti Bagosora, yang saat
masih bertugas mendalangi pembantaian setidaknya 800 ribu orang di Rwanda pada
1994. Bagosora saaat ini berusia
67 tahun dan dinyatakan bersalah bersama dua orang lainnya, Mayor Aloys Ntabakuze
serta Letnan Kolonel Anatole Nsengiyumva. Mereka divonis penjara seumur hidup
atas kejahatan yang mereka lakukan.
Keberadaan dari pengadilan internasional atas kasus
Rwanda tersebut merupakan hal sangat penting dalam usaha penegakan keadilan hak
asasi manusia di dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali halangan
yang melekat dalam proses implementasi peradilan kasus tersebut, namun secara
pribadi saya berpendapat bahwa kinerja ICTR telah
membawa manfaat besar dalam penuntutan pelaku tindak pidana kejahatan serius
dan membawa keadaan menjadi lebih baik karena doktrinasi bahwa pelaku kejahatan
tidak akan bebas tanpa hukuman akan semakin kuat tertanam dalam perspektif
semua pihak. Kejahatan besar layaknya genosida merupakan kejahatan yang sangat
merusak penegakan Hak Asasi Manusia dan melanggar nilai serta norma kemanusiaan
yang ada. Namun, hal yang sangat disayangkan adalah banyaknya pelaku tidak
kejahatan yang melarikan diri ke negara lain dimana tidak terdapat perjanjian
ektradisi sehingga pelaku tersebut susah diidentifikasi dan ditangkap. Hal ini
merupakan hal yang sudah seharusnya diperhatikan secara nyata , sehingga perluasan
kerjasama dengan negara-negara di dunia dapat terlaksana demi penegakan hukum
yang adil bagi semua pihak.
[1] Anonim, ‘International Criminal Tribunal for Rwanda: General
Information’, http://www.unictr.org/AboutICTR/GeneralInformation/tabid/101/Default.aspx ,
diakses 23 April 2012 pukul 20.00 WIB
[2] Kawilarang.
Renne dan Harriska Adiati, ‘Penjara Seumur Hidup bagi
Tukang Jagal Rwanda: Theoneste Bagosora dan dua mantan asistennya bersalah
membantai 800.000 orang pada tahun 1994’, http://dunia.vivanews.com/news/read/16713-penjara_seumur_hidup_bagi_tukang_jagal_rwanda,
19 Desember 2008, diakses 24 April 2012 pukul 19.00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar