Viyasa Rahyaputra
11/317798/SP/24688
Review:
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
International
Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights merupakan sebuah konvenan
internasional yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan gak ekonomi sosial
dan budaya manusia. Kovenan ini dirilis pada tanggal 16 Desember 1966 oleh PBB.[1]
Dalam pembukaan kovenan ini, tertulis “Recognizing that, in accordance with the
Universal Declaration of Human Rights, the ideal of free human beings enjoying
freedom from fear and want can only be achieved if conditions are created whereby
everyone may enjoy his economic, social and cultural rights, as well as his
civil and political rights,”[2]
yang secara eksplisit menjelaskan keterkaitannya dengan kovenan hak asasi
manusia yang pertama dan paling mendasar. Juga secara tegas menjelaskan bahwa
keadaan manusia yang bebas, di mana mereka bebas dari perasaan takut serta
bebas untuk berkeinginan, hanya bisa dicapai apabila hak – hak ekonomi, sosial,
budaya dan hak sipil politiknya terpenuhi.
Salah
satu poin yang menarik dari isi kovenan ini adalah pada pasal sebelas ayat satu
yang berbunyi ” The States Parties will
take appropriate steps to ensure the realization of this right, recognizing to
this effect the essential importance of international cooperation based on free
consent.”[3]
Pasal ini seakan kontradiktif dengan keadaan kontemporere yang terjadi pada
banyak negara berkembang. Pasal ini menjelaskan pentingnya kerjasama
internasional dalam pemenuhan hak – hak ekonomi manusia. Namun keadaan yang
terjadi pada banyak negara berkembang pada era globalisasi masa kini, kerjasama
internasional yang biasanya berbentuk investasi asing, justru menjadi pisau
bermata dua bagi negara berkembang. Untuk menarik investor asing, hal yang
dapat ditawarkan negara bekembang yang tidak banyak memiliki resources adalah dengan menawarkan buruh
murah dan kelonggaran syarat administratif bagi investasi asing. Hal ini
berakibat pada penyimpangan dan pelanggaran hak asasi. Lihat saja bagaimana nasib
para buruh Indonesia yang bekerja pada perusahaan manufaktur asing.[4]
Bukannya peningkatan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat yang terjadi, namun
pelanggaran atas hak mereka.
Juga
banyak pasal dalam kovenan ini yang terkesan menjadi beban berat bagi banyak
negara berkembang. Misalnya seperti yang terlihat pada pasal sebelas ayat dua,
secara eksplisit menjelaskan langkah apa yang harus dilakukan oleh negara pihak
untuk menunjang pemenuhan hak ekonomi, yaitu dengan transfer ilmu, perbaikan
gizi dan pertanian, dan sebagainya. Juga terlihat di pasal tiga belas berkaitan
dengan pendidikan, yang harus memberikan pendidikan Cuma – Cuma bagi jemjang
pendidikan dasar. Memang hal – hal di atas merupakan hal yang logis untuk
dilakukan demi tercapainya tujuan kovenan ini. Namun bagi banyak negara
berkembang, ini akan menjadi pekerjaan rumah tambahan yang akan membebani
pundak mereka, walaupun banyak tujuan nasional yang in line dengan kovenan ini.
Keberadaan
bagian empat yang mengulas diperlukannya laporan berkala dari masing – masing negara
pihak dalam perkembangan programnya masingn – masing semakin memperberat beban
negara berkembang. Seakan – akan mereka akan senantiasa dikejar oleh batas
waktu penyerahan laporan, yang tentu saja pemenuhannya memerlukan waktu dan
usaha sulit, dan mengabaikan tugas kenegaraan lain selain membuat laporan
berkala ini.
Pada
akhirnya, keberadaan kovenan ini sebagai sebuah bukti eksistensi pengakuan
terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya manusia merupakan sebuah langkah
proaktif dan semakin mengarah kepada penegakan HAM di masa mendatang. Namun
beberapa detail yang memberatkan negara pihak yang masih berkembang seakan
membentuk sebuah stigma bahwa kovenan ini hanya akan menhasilkan progres
positif pada negara maju saja.
[1] “Kovenan
Internasional Hak – Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya” Diunduh dari <www.kontras.org/baru/Kovenan%20Ekosob.pdf>
tanggal 6 April 2012 pukul 20:18
[2] “International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights” diunduh dari <http://www2.ohchr.org/english/law/cescr.htm>
tanggal 6 April 2012 pukul 20:50
[3] ibid
[4] Film dokumenter
“The New Rulers of The World” oleh Institue of Global Justice, produksi Off
Stream Production, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar