Andra Pradana
11/317763/SP/24656
Review ICESCR
International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights (ICESCR)
merupakan sebuah perjanjian multilateral yang dirancang oleh Majelis Umum PBB
pada tanggal 16 Desember 1966 dan diberlakukan secara resmi pada tanggal 3
Januari 1976. Perjanjian ini bertujuan untuk mewujudkan pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya dari tiap
individual, termasuk hak buruh, hak untuk memperoleh pendidikan, dan hak untuk
memperoleh perawatan kesehatan. Sebanyak 160 negara telah meratifikasi
perjanjian ini. Indonesia termasuk sebagai salah satunya.
Salah satu poin dalam perjanjian ini
secara eksplisit menekankan pada pemberian hak bagi buruh. Ironisnya, Indonesia
sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi perjanjian ini belum mampu
melaksanakan poin ini secara tepat.
Berdasarkan catatan HAM yang dimiliki Indonesia dalam kurun waktu lima
tahun terakhir, masih banyak tindak diskriminasi yang dilakukan terhadap kaum
buruh dan tindak diskriminasi akan pemenuhan pendidikan. Stigma masyarakat
Indonesia terhadap kaum buruh yang menggangap mereka sebagai kaum rendahan dan
kotor merupakan salah satu halangan utama bagi Indonesia untuk melaksanakan
poin ini secara tepat. Sebagai contoh mudahnya, mari kita menilik kembali
kepada permasalahan di sekeliling kita. Adakah dari antara kita yang memiliki
pembantu rumah tangga? Atau mungkin kita mengenal seseorang yang bekerja
sebagai buruh bangunan? Apakah kesan anda ketika melihat mereka? Tentu yang
terbesit pastilah gambaran akan angkatan kerja yang kurang berpendidikan,
kotor, dan rendah bukan? Inilah stigma yang ingin saya gambarkan sebagai
kendala utama bagi Indonesia untuk dapat melaksanakan poin ini secara tepat.
Padahal jika kita melirik ke AS, negara superpower
dunia yang pernah terkenal akan rasisme-nya. Anda tidak akan pernah melihat
gambaran buruh bangunan seperti yang dapat kita lihat pada negeri ini. Buruh
bangunan sekalipun memiliki sistem kerja yang tertata rapi, perlengkapan, dan
prasarana yang memadai sehingga meminimalkan resiko bagi keselamatan para buruh
selama bekerja. Terkesan sederhana, namun inilah bentuk diskriminasi utama dan
pelanggaran akan poin pemberian hak bagi buruh di Indonesia. Stigma yang
terlanjur melekat tersebut memaksa buruh untuk bekerja sesuai instruksi
atasannya tanpa sistematika yang jelas dan prasarana yang sangatlah tidak
layak, bahkan seringkali tidak ada sama sekali.
Dengan penjabaran ini saya berusaha
menggambarkan sebuah ironi dimana Indonesia yang telah meratifikasi ICESCR ini
seharusnya dapat mengimplementasikan hak asasi manusia secara merata bagi semua
kalangan, termasuk buruh, namun justru gagal dan melanggar secara fatal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar